Social Icons

Minggu, 01 September 2013

PESAN TIADA ARTI



Oleh : Tri Bowo F. Hariyanto


Pernahkah kamu merasakan sesuatu yang mengusikmu? Bukan seperti itu,! Ini terus saja dan terus mengusikmu? Bukan hanya sehari dua hari, namun ini lebih dari satu tahun yang lalu.
            Malam itu , di temani sejuknya angin malam dan rintikan air, berselimut gelapnya kehidupan di saat sang surya menyembunyikan wajahnya, aku ingin memberikan sebuah surat kecil yang kutulis dengan tinta cinta beralaskan kepercayaan yang menyatu dengan nada kebahagian kepada seseorang yang telah lama kukenal. Bukan untuk apa-apa, namun hanya untuk mengatakan sebuah kata yang dianggap tabu bagi kami saat ini. Ya, karna kami baru duduk di kelas XI jadi kata itu masih belum layak untuk kukatakan.

            Jarum jam kini sudah mulai naik ke angka 8, namun aku masih saja termenung di antara rintikan hujan yang memukul dinding kaca sehingga tampak aliran yang tak berarah. Sedangku hanya diam dan lagi lagi hanya diam disudut pintu yang tampak kokoh siap untuk menyambut tamu yang akan datang. Tak tau apa yang ada difikiranku, aku tetap saja tak beranjak dari tempatku tadi. Huft ,jika aku seorang penyair , mungkin sudah ku ubah rintikan hujan dan suasana malam ini menjadi sebuah kata-kata dan cerita puitis dan menyentuh hati  bagi setiap orang yang membacanya,namun inilah realita, aku hanya seorang siswa SMK yang tak berbakat apapun tentang sastra dan seni, aku juga hanya seonggak daging yang tak tau mana jalan yang harus ku tempuh.

            Berkahnya telah usai, sedangku masih saja duduk termenung di depan pintu. Aku bagai seorang yang lumpuh, tak bergerak dan tak ada respon dari setiap panggilan yang dilontarkan orang tuaku. Namun kali ini tatapanku pun beralih pada sebuah amplop yang berisi kata-kata manis yang telah kubuat siang tadi. “ Bisa kah aku menyampaikan hal ini sendiri? Maukah dia menerima pesan ini?” itulah yang ada di fikiranku saat ini. Hampir 10 menit hujan telah berhenti, namun hujan di hati ini semakin deras. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan, penuh kebimbangan, dan tak bisa berfikir apa. Namun malam semakin larut, suara dari para katak pun mulai terdengar. Lalu kubawa tubuh kosongku ini ke istana kecil yang membawaku kedalam ilusi sementara didalam mimpi.

            Angin berlari riang, cahaya menyorot bumi, burung-burung bernyanyi, jejak awan tertatah dilangit biru. Aku yang sedang tertidur pun tersentak bangun mendengar ocehan jam walker yang begitu keras bak petir yang menyambar dahan. Mataku tertuju pada angka 7.00am yang terpampang jelas di penunjuk waktu. Minggu, hari ini adalah hari minggu, sehingga aku tidak perlu bergegas kesekolah seperti biasanya. Namun anenhnya, aku masih saja teringat tentangnya, padahal semalam nyaliku telah tenggelam di tengah hujan yang melanda bumi dan hati ini. Bunga-bunga yang layu setelah terkena banjir semalam, seakan-akan saat ini bersemi kembali dengan semangat pagi dan harapan yang baru. Entah bagaimana bisa? aku sendiri pun tidak tau, hal itu selalu mengganggu dan mengusikku, tiap kali surat itu dan kata itu ingin ku serahkan dan kulontarkan kepadanya, namun secara tiba-tiba diriku luluh lantak dan tak memiliki keberanian sama sekali. Tetapi saat aku terbangun di pagi hari, harapan dan keinginan baru pun tumbuh lebih segar dan lebih subur. Perasaan itu tak pernah bisa mati, meskipun kadang hati ini tersayat oleh kebodohanku sendiri, meski kadang seakan-akan diri ini telah menyerah, meski kadang eluh kesah menggumam dibibirku, meski kadang asaku mulai putus, namun ketika mentari mulai menampakan diri dan nyanyian burung pagi terdengar, semua itu hilang dan sirna, layaknya terganti dengan harapan dan kesempatan baru di depan mata. Aneh nya sampai saat ini pesan dan kata itu masih tersimpan dan masih belum juga sampai di telinga dan hatinya.

            Hah..begitulah hidup, ada saat dimana kita mulai menyerah dan menangis, namun ketiga sorot pagi mulai menerangi bumi, tirai kesempatan dan harapan baru pun ikut terbuka. Meskipun banyak orang yang mengatakan usaha dan penantian yang kulakukan hingga saat ini sia-sia, namun aku tetap pada konsistensi yang aku pilih. Karna ada seorang bijak yang berkata “Hidup tanpa pendirian dan konsistensi, bagai seonggak sampah yang terombang ambing di lautan”.
Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar